Tidak mudah menemukamu di kolom agama.
Bahkan di kolom itu kau belum tentu ada.
Maka aku pergi menemuimu di sebuah kolom tersembunyi, kolom yang terlihat oleh negara.
Kau memandangku dengan gentar.
Mungkin kau mengira aku akan menanyakan agamamu. Atau kau menduga aku akan mengancammu:
"Bukan kau yang memilih, melainkan aku yang menentukan, agamamu!"
Pelan-pelan aku mendekat, mendekati takutmu:
"Ini kolom cinta, bukan kolom agama.
Di kolom ini agama adalah ciuman indah tak bernama, peluk penyembuh luka."
Kau berikan selembar KTP padaku;
kuisi kolom agama di KTP-mu dengan agamaku.
Berapa agamamu? Jawabmu adalah kumadang yang melampaui agama ketika magrib tiba.